Makalah Al-Qur'an Sebagai Sumber Ajaran Islamhttp://maaaaaateriii.blogspot.com/
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbicara
tentang Al-Qur’an, takkan pernah ada habisanya. Al-Qur’an mengandung berbagai
kisah dari sejarah jaman lampau hingga masa yang akan datang, termuat juga
hukum-hukum islam, rahasia alam semesta, serta masih banyak lagi.
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi
Muhammad SAW, sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an
mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di
Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat
ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini
sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist.
Kewajiban manusia untuk mengimani, membaca, menelaah,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Quran secara keseluruhan, serta
mendakwahkannya (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Jika kita memang benar-benar beriman
kepada Allah SWT atau mengaku Muslim. Membacanya saja sudah berpahala, bahkan
kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10 pahala, apalagi jika mengamalkannya.
BAB II
PEMABAHASAN
Al-Qur’an
sebagai Sumber Hukum Islam
Sumber hukum ajaran Islam
ada tiga. Yakni; Al-Quran,
As-Sunnah, dan Ijtihad. Al-Qur’an
adalah firman Allah, dan hadist merupakan sabda Rasulullah Muhammad saw. Sedangkan ijtihad didapatkan dari hasil pemikiran para ulama mujtahid
(yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
Isi
Al-Quran meliputi segala hal, mulai soal keimanan atau akidah hingga fenomena
alam. Al-Quran mengajari manusia bersikap ilmiah atau berdasarkan ilmu (Q.S.
17:36), mendorong manusia melakukan penelitian untuk menyibak tabir alam (Q.S.
10:101), menaklukkan angkasa luar (Q.S. 55:33), mengabarkan prediksi ilmiah
tentang rahim ibu (Q.S. Az-Zumar:6), gaya berat atau gravitasi (Q.S.
Ar-Rahman:7), pemuaian alam semesta atau expanding
universe (Q.S. Adz-Dzariyat:47, Al-Anbiya: 104, Yasin:38), tentang ruang
hampa di angkasa luar (Q.S. Al-An’am:125), tentang geologi, gerak rotasi, dan
revolusi planet bumi (Q.S. An-Naml:88) dan masih sangat banyak lagi.
1. Peranan dan Fungsi Al-Qur’an
Secara garis besar, fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat
penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi
sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38), sebagai
pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20), serta
sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt.
turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai abadi atau berlaku
sepanjang zaman.
a. Al-Quran
sebagai Mu’jizat
Dalam
bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah,
kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti
membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau
membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun
untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu.
Ketika
pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai
puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat
yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat
berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir
pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau
datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu
melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Selain
keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang
memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala
kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya,
dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah
firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi
Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup pada awal abad keenam
Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125;
QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain.
Ada
pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di
Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi
Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan
kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat
yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh
sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain
juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt.
yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya.
b. Al-Quran sebagai
Pedoman Hidup
Sebagai
pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip
umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk
lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah
langsung kepada Allah Swt, berkeluarga, bermasyarakat,
berdagang, utang-piutang, kewarisan, pendidikan dan pengajaran,
pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin
dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.
Setiap
Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam
kehidupannya. Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu
dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai
ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati karenanya
dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai
pengabdian yang tinggi, dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim,
fasiq, dan kafir.
c. Al-Quran sebagai
Korektor
Sebagai
korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh
kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi
sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian
tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh
Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
°
Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
°
Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
°
Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
°
Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan
(Genesis, 19:33-36)
°
Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran,
37:2-4)
°
Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44)
perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dan sebagainya.
2. Pendekatan Memahami Al-Qur’an
Dalam
upaya menggali dan memahami maksud dari ayat-ayat Al Qur’an, terdapat dua term
atau istilah, yakni Tafsir dan Takwil.
Imam
al-Alusi berpendapat, bahwa menurutnya tafsir adalah pejelasan makna Al Qur’an
yang zahir (nyata), sedangkan takwil adalah penjelasan para ulama dari
ayat yang maknanya tersirat, serta rahasia-rahasia ketuhanan yang
terkandung dalam ayat Al Qur’an. Dapat juga dipahami bahwa Takwil mempunyai
beberapa arti yang mendalam, yaitu berupa pengertian-pengertian tersirat yang
di istinbathkan (diproses) dari ayat-ayat Al Qur’an, yang memerlukan
perenungan dan pemikiran serta merupakan sarana membuka tabir.
Apabila
mendapati ayat yang mempunyai kemungkinan beberapa pengertian, para mufassir
menentukan pengertian yang lebih kuat, lebih jelas dan gamblang. Namun hal
tersebut sifatnya tidak pasti, sebab kalau makna atau arti tersebut dipastikan
berarti mufasir tersebut telah menguasai Al Qur’an, sedangkan hal tesebut tidak
dibenarkan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur;an (Q.S Ali Imran : 7).
Secara
garis besar istilah antara tafsir dengan takwil tidak terdapat perbedaan yang
mendasar, kedua-duannya mempunyai semangat untuk menggali, mengkaji dan
memahami maksud dari ayat-ayat Al Qur’an guna dijadikan sebagai pedoman dan
rujukan umat Islam tatkala mengalami berbagai macam persoalan dalam kehidupan
di dunia.
Sebagai
upaya untuk menjelaskan maksud dari ayat Al Qur’an, obyek yang dijadikan kajian
dalam menafsirkan Al Qur’an adalah kalam Allah, maka dalam konteks ini
Ia tidak perlu diragukan dan diperdebatkan kembali mengenai kemuliaannya.
Kandungannya meliputi aqidah-aqidah yang benar, hukum-huikum syara’ dan
lain-lain. Tujuan akhirnya adalah dapat diperolehnya tali yang amat kuat dan
tidak akan putus serta akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ataupun di
akhirat. Dan oleh karenanya, ilmu tafsir merupakan pokok dari segala ilmu
agama, sebab ia diambil dari Al Qur’an, maka ia menjadi ilmu yang sangat
dibutuhkan oleh manusia.
Metodologi
tafsir adalah ilmu tentang metode menafisirkan Al Qur’an dan pembahasan ilmiah
tentang metode-metode penafsiran Al Qur’an, pembahasan yang berkaitan dengan
cara penerapan metode terhadap ayat-ayat Al Qur’an disebut Metodik, sedangkan
cara menyajikan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan teknik atau seni
penafsiran.
Metode
penafsiran Al Qur’an, secara garis besar dibagi dalam empat macam metode, namun
hal tersebut tergantung pada sudut pandang tertentu :
°
Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya.
°
Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.
°
Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan.
°
Metode penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan
sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan.
Ayat-ayat
Al Qur’an yang sangat banyak ini sejatinya dapat menjawab semua persoalan yang
terjadi pada masyarakat. Namun kesan yang ada pada saat ini seakan-akan ayat Al
Qur’an masih mengandung misteri, sehingga belum mampu menjawab semua persoalan
yang ada. Kesan dan pemahaman yang keliru ini adalah akibat dari ”miskin”nya
cara, metode dan pendekatan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al Qur’an.
Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan
menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode tafsir
yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
Adalah
suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami
macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan berbagai macam
pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat Al Qur’an
semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan masyarakat yang
berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu
Allah yang menjadi rujukan dan sumber utama semua umat Islam.
Metode
dan pendekatan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya
dalam melakukan kajian atau penelitian. Kedua-duanya saling melengkapi.
Pendekatan adalah upaya untuk menafsirkan, memahami
dan menjelaskan sebuah ayat atau obyek tertentu sesuai dengan disiplin ilmu
yang dimiliki oleh seseorang.
3.
Al-Qur’an sebagai Kalamullah
Kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an
sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari
seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat
manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an menurut bahasa berarti
“Bacaan”. Di dalam al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “quran” dalam arti
demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18
surat 75 Al-Qiyamah:
Artinya: (17) “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (18) Apabila
kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”
Iman Jalaludin As-Sayuthy, di dalam bukurrya yang bernama “Itmam al-Dirayah”, menyebutkan definisi Al-Qur’an:
Artinya: “AI-Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW untuk melemahkan pihak-pihak yang menentangnya,
walaupun hanya dengan satu surat saja dari padanya.
Unsur-unsur penting yang disebutkannya dalam definisi sifat Al-Qur’an itu sebagai:
a. Firman Allah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Berfungsi sebagaai mukjizat
Wahyu
Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya adalah suatu ilnu yang
dikhususkan untuk mereka
dengan tidak dipelajari. Kumpulan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW disebut al-Qur’an, yang merupakan pembawa rahmat bagi alam semesta dan
petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Wahyu turun dalam berbagai cara seperti ; Malaikat Jibril langsung atau menyerupai manusia, berupa suara atau gemuruh, atau lonceng.’
Wahyu turun dalam berbagai cara seperti ; Malaikat Jibril langsung atau menyerupai manusia, berupa suara atau gemuruh, atau lonceng.’
4.
Sumbangan Al-Qur’an untuk Memahami Kitab Suci Lain
Secara garis besar islam memang dapat memahami kitab
suci lain, walaupun kebanyakan orang pada umumnya tidak menyukai agama lain,
misalnya: Kristen, budha, hindu, dan sebagainya. Akan tetapi manusia itu cuman salah
arah dan kita sebagai umat islam wajib memberitahukan mana yang benar dan mana
yang salah, karena islam selalu mendepankan kejujuran, kebaikan, dan
sebagainya.
Memang seharusnya tidak perlu mengherankan, bahwa
islam selaku agama besar terakhir, mengklaim sebagai agama yang memuncaki
proses pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dalam garis kontinuitas
tersebut. Karena itu agama tidak boleh di paksakan (QS Al-Baqarah, 2:256).
Bahkan Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama, asalkan
percaya kepada tuhan dan hari kemudian serta berbuat baik semuanya akan
selamat. (QS Al-Baqarah, 2:62; Al-Maidah, 5:26).
5.
Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari
bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum
adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang
disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari
segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnaya.
Ulumul Qur’an menurut Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah :
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari
segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan
lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan
sebagainya”.
Ulumul
Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas.
Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an,
baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab.
Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok
bahasan yaitu :
1.
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata,
seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat
Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2.
Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang
diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang
ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma
menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan
kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan
segi pemahamanya.
6. Tafsir Al-Qur'an
Adalah ilmu pengetahuan untuk
memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya.
Berfungsi sebagai mubayyin, menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an,
khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya. Tafsir
berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf
(menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian terminologi, seperti
dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk
memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan
makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya.
Metode Penafsiran Al Qur’an
Terdapat dua bentuk penafsiran yaitu at-tafsîr bi al-
ma’tsûr dan at-tafsîr bi- ar-ra’yi, dengan empat metode, yaitu;
1. Metode
Ijmali (Global)
Ijmali secara etimologi berarti global, sehingga dapat
diartikan tafsir al-ijmali adalah tafsir ayat al Qur’an yang menjelaskannya
masih bersifat global. Secara termiologis, menurut Al Farmawi
adalah penafsiran Al-Qur’an
berdasarkan urut-urutan ayat dengan suatu urutan yang ringkas dan dengan
bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat
baik yang awam maupun yang intelek.
2.
Metode
Tahlil
Tahlili adalah akar
kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha dan lam,
yang berarti membuka sesuatu. Secara
terminologi, metode
Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan memaparkan segala aspek
yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan dengan menerangkan
makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir yang menafsirkan ayat-ayat terebut; ia menjelaskan dengan pengertian
dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya,
asbabun nuzulnya hadis-hadis yang berhubungan dan pendapat para mufasir
terdahulu yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.
3.
Metode
Maqarin (Komparatif atau Perbandingan)
Secara etimologis kata maqarin adalah merupakan
bentuk isim al-fa’il dari kata qarana, maknannya adalah
membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir maqarin adalah
tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al
Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan
ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan
menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
4.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Kata maudhu’iy
ini dinisbahkan kepada kata al-mawdhu’i, artinya adalah topik atau
materi suatu pembicaraan atau pembahasan secara semantik. Jadi tafsir mawdhu’i
adalah tafsir ayat Al Qur’an berdasarkan tema atau topik tertentu. Jadi
para mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang berada di
tengah-tengah masyarakat atau berasal dari Al Qur’an itu sendiri atau
dari yang lain-lain.
Sumber Utama Rujukan Tafsir Al-Qur’an
Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk
oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an :
1) Al-Qur'an itu sendiri
karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu
tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
2) Rasulullah SAW semasa
masih hidup para sahabat dapat
bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka
pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
3) Ijtihad dan
Pemahaman mereka sendiri, karena
mereka adalah orang-orang Arab asli yang
sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang
berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur
ulama, karena
disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah asbabun nuzul. Sedangkan
pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri
selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.
Macam Tafsir Al-Qur'an
Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang
berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri sehingga tafsir yang
dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut:
“Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut
lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya,
maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.”
Di antara berbagai corak itu antara lain adalah :
·
Corak Sastra Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya
orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab
sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada
mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang
ini.
·
Corak Filsafat dan
·
Corak Penafsiran Ilmiah
·
Corak Fikih
·
Corak Tasawuf
·
Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan
Perkembangan ilmu Tafsir
Ilmu tafsir Al Qur'an terus mengalami perkembangan
sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar
Al Qur'an dapat bermakna bagi umat Islam. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-metode baru guna memenuhi
tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an maka dihasilkanlah cara-cara baru
dalam memaknai Al-Qur'an. Di antara metode-metode tersebut yang cukup populer
antara lain adalah Metode Tafsir Hermeneutika dan Metode Tafsir Semiotika.
Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir
1.
Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap
arti kata Al-Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa
mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup
karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya mengetahui
satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut
adalah arti yang berbeda.
2.
Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu
nahwu, karena sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti
kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu
nahwu.
3.
Sharaf (perubahan bentuk kata)
4.
Isytiqaq (akar kata)
5.
Ma'ani (susunan kata)
6.
Bayaan
7.
Badi'
8.
Qira'at
9.
Aqa'id
10.
Ushul Fiqih
11.
Asbabun Nuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan
tentang latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga keterangan yang
menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan,
meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan
benang merah antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya
suatu ayat bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa sekaligus yang
menyertai turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun
beberapa kali, dengan motivasi kejadian yang berbeda.
12.
Nasikh Mansukh
13.
'Fiqih
14.
Hadits
15.
Wahbi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Dari uraian di atas dapat kami
ambil sebuah simpulan yaitu sebagai berikut :
1. Al-Qur’an merupakan salah satu dari tiga sumber hukum ajaran Islam. Yakni; Al-Quran,
As-Sunnah, dan Ijtihad.
2. Fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting
untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai
mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw, sebagai pedoman hidup bagi setiap
Muslim, serta sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang
pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya, dan ini bernilai abadi atau berlaku
sepanjang zaman.
3. Metode penafsiran Al Qur’an, secara garis besar
dibagi dalam empat macam metode, namun hal tersebut tergantung pada sudut
pandang tertentu :
· Metode
Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya.
· Metode
penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.
· Motede
penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan.
· Metode
penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang
ditafsirkan.
4. Al-Qur’an merupakan Kalamullah. Perkataan Allah SWT
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal
dan maknanya.
5. Al-Qur’an juga menerangkan kandungan kitab-kitab
terdahulu, serta menyempurnakannya.
6. Ulumul Qur’an merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya
7. Secara garis besar ada tiga sumber utama yang
dirujuk oleh para sahabat dalam
menafsirkan Al-Qur'an :
a. Al-Qur’an itu sendiri
b. Penjelasan Rasulullah langsung
c. Ijtihad para sohabat
Wallahu
a’lam bi al-shawab.
No comments:
Post a Comment