DASAR-DASAR KEPENDIDIKAN MIPA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah mata pelajaan yang
mempelajari lmu alam untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah
tingkat pertama (SMP/SLTP). Namun berbeda pada istilah yang terdapat di sekolah
menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal
sebagai salah satu penjurusan kelas yang secara khusus lebih memfokuskan untuk
membahas ilmu-ilmu eksakta. Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan
alam merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu
pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains. Ilmu
Pengetahuan Sosial yang menggunakan metode sains untuk mempelajari perilaku manusia
dan masyarakat, ataupun ilmu pengetahuan formal seperti matematika.
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains (science) diambil dari kata latin yaitu
Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang
menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan
bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone
menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk
mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan
proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and
process, inseparably Joint".
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk
melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala
alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah
kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua
cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam
(the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam
ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua
kelompok yaitu ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological
sciences). Ilmu alam ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam
semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup didalamnya. Ilmu alam
kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia
(mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit dan ilmu
bumi), (the earth sciences) yang mempelajari bumi kita.
B. RUMUSAN MASALAH
Pendidikan memiliki tujuan yang sebenarnya, yaitu menciptakan atau mengubah
manusia menuju yang lebih baik. Seperti yang kita ketahui, bahwa pendidikan itu
bermacam-macam. Ada yang khusus mempelajari ilmu sosial dan ada yang
mempelajari ilmu alam atau yang biasa dikenal dengan ilmu pasti (MIPA). Jadi
Apa Hakikat Ilmu Alam (MIPA) Sebenarnya?
C. TUJUAN
Setiap tindakan yang kita lakukan pasti ada alasan dan tujuannya. Seperti pada
pembahasan masalah pendidikan MPA ini. Salah satu tujuannya yaitu bagaimana
kita mengenal lebih dekat tentang ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(MIPA). Kemudian hakikat kita melakukan pembelajaran MIPA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pembelajan IPA
Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau Sains, antara
lain sifat sains, model sains, dan filsafat sains. Pada saat setiap orang
mengakui pentingnya sains dipelajari dan dipahami, tidak semua masyarakat
mendukung. Pada umumnya siswa merasa bahwa sains sulit, dan untuk mempelajari
sains harus mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang
ilmuan. Ada tiga alasan perlunya memahami sains antara lain, pertama bahwa kita
membutuhkan lebih banyak ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan,
ketiga karena tiap kurikulum menuntut untuk mempelajari sains. Mendefinisikan
sains secara sederhana, singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat
sulit dibandingkan dengan mendefinisikan ilmu-ilmu lain.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan
pemahamannya. Carin mendefinisikan science sebagai The activity of questioning
and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu
“Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan
dan pengungkapan serangkaian rahasia alam”. Sains mengandung makna pengajuan
pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik
tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis.
Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep,
prinsip, hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif, akan tetapi belajar sains
juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi
bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah
dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Carin yang
menyatakan bahwa sains sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip,
hukum-hukum dan teori sains. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris didalam
sains dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan
analisis didalam sains. Sebagai proses sains dipandang sebagai kerja atau
sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah
atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan,
memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis,
menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai
sikap sains dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu,
berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap
kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya sains terdiri atas tiga
komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas
kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan
atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.
Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai
peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. Melalui pelajaran fisika
diharapkan para siswa memperoleh pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk
bernalar deduktif kuantitatif matematis berdasar pada analisis kualitatif
dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip fisika.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam pembelajaran fisika untuk meneliti
masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu:
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan ekperimen,
menganalisis data pengamatan, serta menarik simpulan. Ilmu Pengetahuan Alam
(sains) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan
konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah.
Hakekat Sains dan Pembelajaran Sains
Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit telah dijelaskan
diatas merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu
fisik), dan life sciences (ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences
adalah ilmu-ilmu, astronomi, kimia, geologi, mineralogy, eteorologi, dan
fisika. sedangkan life science meliputi astronomi, fisiologi, zoology,
citologi, embriologi, mikrobiologi.
IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan
kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia
yang tidak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu
persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan sains
semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu tekhnologi adalah lebar.
Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan
" Sains hari ini adalah tekhnologi hari esok" merupakan semboyan yang
berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal
menjadi budaya ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang saling mengisi
(komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains
(the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the
meaning of technology).
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal
ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler bahwa IPA merupakan ilmu yang
berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang
tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi
dan eksperimen.
Dari uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai Obyek, menggunakan
metode Ilmiah sehingga perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Setiap guru harus
paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai
alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasuk ke dalam kurikulum
suatu sekolah. Usman Samatowa menegemukakan empat alasan sains dimasukan
dikurikulum yaitu:
a. Bahwa sains berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan
panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada
kemampuan bangsa itu dalam bidang sains, sebab sains merupakan dasar teknologi,
sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar
untuk teknologi ialah sains. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang
baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai
gejala alam.
b. Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu
mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya sains
diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan sendiri". Dengan ini
anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah
demikian". Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?" Anak diminta untuk
mencari dan menyelidiki hal ini.
c. Bila sains diajarkan melalui percobaan -percobaan yang dilakukan sendiri oleh
anak. maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan
belaka.
d. Mata pelajaran ini mempunyai: nilai – nilai pendidikan yaitu mempunyai
potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan
standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun
kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
B. Metode Pembelajaran MIPA
MIPA dikenal sebagai suatu bidang yang harus dipelajari di sekolah. Memang
disadari kalau MIPA sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Kemajuan MIPA
akan berdampak bagi kemajuan transformasi masyarakat yang juga berhubungan
dengan ekonomi dan sosial suatu bangsa. Namun kenyataannya, belajar MIPA
sebagai sesuatu yang membosankan. Bikin pusing karena harus menghafal
rumus-rumus yang panjang sedangkan belum tahu gunanya untuk apa.
Memang, kegiatan pembelajaran MIPA beberapa daerah (bahkan beberapa negara)
hanya mengajarkan asumsi-asumsi saja yang akhirnya melahirkan siswa yang tidak
memiliki pemahaman dan pengertian tentang manfaat MIPA bagi kehidupannya. Siswa
hanya menghafal rumus, istilah-istilah tanpa tahu guna dan aplikasinya di
lingkungannya. Ruang belajar pun menjadi sempit karena hanya pada ruang kelas
saja. Sehingga perlu ada sebuah pembelajaran MIPA berbasis budaya dimana siswa
didorong untuk dapat memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitarnya,
sebagai titik awal proses penciptaan makna.
Vygotsky dalam teori kontruktivismenya menjelaskan perlu adanya peran budaya
dan masyarakat sebagai pengalaman awal proses belajar. Selanjutnya, Vygotsky
juga menjelaskan penciptaan makna hanya akan terjadi melalui negosiasi makna
antara siswa dengan guru dan siswa yang lain yang disebut dengan interaksi.
Dengan demikian pembelajaran MIPA berdasarkan budaya memerlukan interaksi aktif
dari siswa dan guru dengan berbagai sumber belajar dalam suatu komunitas
budaya.
Akhirnya pembelajaran MIPA berdasarkan budaya mensyaratkan adanya perubahan
tradisi pembelajaran yang semula hanya dilakukan dengan satu metode saja yaitu
DECAPA (Dengar, Catat, Hafal) menjadi tradisi mengeksplorasi berbagai sumber
belajar dalam suatu komunitas budaya. Bisa saja misalnya belajar MIPA sambil
memasak, atau belajar MIPA dengan menggunakan metode permainan anak-anak, atau
mungkin dengan musik. Bergantung dengan konteks dan keberagaman sumber belajar
yang ada. Konsep penilaian hasil belajar pembelajaran MIPA berdasarkan budaya
adalah multiple representations yang berarti hasil belajar siswa dinilai
melalui beragam tekhnik dan alat ukur, siswa pun mengekspresikan keberhasilannya
dalam berbagai bentuk. Misalnya, banyak siswa yang takut menghadapi tes, tetapi
sangat baik dalam mengarang atau menulis prosa, atau bahkan dalam menggambar
kartun/komik. Siswa diberi kebebasan dalam mengekspresikan hasil kegiatan
belajarnya tersebut. Sebelumnya guru memang harus mengetahui titik awal ketika
belajar dan titik akhir belajar setiap siswa per individu. Sementara itu, upaya
siswa menunjukkan keberhasilannya dalam proses penciptaan makna tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara wujud media. Misalnya dengan poster, puisi,
lukisan, komik strip, catatan harian, laporan ilmiah penelitian pribadi,
ukiran, patung, dan lain-lain.
IPA sebagai ilmu terdiri dari produk dan proses. Produk IPA terdiri atas fakta
(misalnya: orang menghirup udara dan mengeluarkan udara dari hidungnya, biji
kacang hijau muncul hipokotil dan dan epikotilnya dan akan bertambah panjang
ukurannya saat ditanam pada kapas yang disiram air), konsep ( misalnya: udara
yang dihirup ke dalam paru-paru lebih banyak kandungan oksigennya dibandingkan
udara yang dikeluarkan dari paru-paru, logam memuai bila dipanaskan), prinsip
(misalnya: kehidupan memerlukan energi, benda tak hidup tidak mengalami
pertumbuhan), prosedur (misal, pengamatan, pengukuran, tabulasi data, analisis
data) teori, (misalnya: teori evolusi, teori asal mula kehidupan), hukum dan
postulat ( misal, hukum Boyle, Archimedes, Postulat Kock). Semua itu merupakan
produk yang diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah melalui metoda
ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah.
Ditinjau dari segi proses, maka IPA memiliki berbagai keterampilan IPA,
misalnya:
(a) mengidentifikasi dan menentukan variabel tetap/bebas dan variabel
berubah/tergayut, (b) menentukan apa yang diukur dan diamati,
(c) keterampilan mengamati menggunakan sebanyak mungkin indera (tidak hanya
indera penglihat), mengumpulkan fakta yang relevan, mencari kesamaan dan
perbedaan, mengklasifikasikan,
(d) keterampilan dalam menafsirkan hasil pengamatan seperti mencatat secara
terpisah setiap jenis pengamatan, dan dapat menghubung-hubungkan hasil
pengamatan,
(e) keterampilan menemukan suatu pola dalam seri pengamatan, dan keterampilan
dalam mencari kesimpulan hasil pengamatan,
(f) keterampilan dalam meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan hasil-hasil
pengamatan, dan
(g) keterampilan menggunakan alat/bahan dan mengapa alat/bahan itu digunakan.
Selain itu adalah keterampilan dalam menerapkan konsep, baik penerapan konsep
dalam situasi baru, menggunakan konsep dalam pengalaman baru untuk menjelaskan
apa yang sedang terjadi, maupun dalam menyusun hipotesis.
Keterampilan IPA juga menyangkut keterampilan dalam berkomunikasi seperti :
(a) keterampilan menyusun laporan secara sistematis,
(b) menjelaskan hasil percobaan atau pengamatan,
(c) cara mendiskusikan hasil percobaan,
(d) cara membaca grafik atau tabel, dan
(e) keterampilan mengajukan pertanyaan, baik bertanya apa, mengapa dan
bagaimana, maupun bertanya untuk meminta penjelasan serta keterampilan
mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. Jika aspek-aspek proses
ilmiah tersebut disusun dalam suatu urutan tertentu dan digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi, maka rangkaian proses ilmiah itu
menurut Towle menjadi suatu metode ilmiah.
Rezba dkk. mendeskripsikan keterampilan proses IPA yang harus dikembangkan pada
diri peserta didik mencakup kemampuan yang paling sederhana yaitu mengamati,
mengukur sampai dengan kemampuan tertinggi yaitu kemampuan bereksperimen.
Menurut Bryce dkk. keterampilan proses IPA mencakup keterampilan dasar (basic
skill) sebagai kemampuan yang terendah, kemudian diikuti dengan keterampilan
proses (process skill). Sebagai keterampilan tertinggi adalah keterampilan
investigasi (investigation skill). Keterampilan dasar mencakup:
(a) melakukan pengamatan (observational skill),
(b) mencatat data (recording skill),
(c) melakukan pengukuran (measurement skill),
(d) mengimplementasikan prosedur (procedural skill), dan
(e) mengikuti instruksi (following instructions).
Keterampilan proses meliputi:
(a) menginferensi (skill of inference) dan
(b) menyeleksi berbagai cara/prosedur (selection of procedures).
Keterampilan investigasi berupa keterampilan merencanakan dan melaksanakan
serta melaporkan hasil investigasi. Keterampilan tersebut juga harus didasari
oleh sikap ilmiah seperti sikap antusias, ketekunan, kejujuran, dan sebagainya.
Mengingat dari perkembangan mental peserta didik SMP/MTs menurut Piaget,Carin
dan Sund, sebagian besar pada taraf transisi dari fase konkrit ke fase operasi
formal, maka diharapkan sudah mulai dilatih untuk mulai mampu berpikir abstrak.
Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SMP terutama di kelas III hendaknya sudah
mengenalkan peserta didik kepada kemampuan untuk mulai melakukan investigasi/
penyelidikan walaupun sifatnya masih sangat sederhana.Setidaknya, peserta didik
sudah mulai dilatih untuk merencanakan pengamatan/percobaan sederhana,
mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis berdasar pustaka bukan sekedar
menurut dugaan yang rasional berdasar logika, mampu melakukan dan melaporkan
percobaan/pengamatan baik secara tertulis maupun lisan. Jika hal seperti itu
dibiasakan maka hasil belajar yang dapat dicapai benar-benar akan memuat unsur
kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk peserta didik sekolah menengah dalam
konteks melakukan penyelidikan/investigasi sederhana, peserta didik seharusnya
sudah dilatih bagaimana ia harus mengorganisasi data untuk menjawab pertanyaan,
atau bagaimana ia dapat mengorganisasi kejadian-kejadian untuk dijadikan alasan
pembenar yang paling kuat. Selain itu, proses IPA juga mencakup kemampuan untuk
mengkomunikasikan baik secara tertulis berupa pembuatan tulisan/karangan,
pemberian label, menggambar, melengkapi peta konsep,mengembangkan/ melengkapi
petunjuk kerja, membuat grafik dan mengkomunikasikan secara lisan kepada orang
lain.
Menurut DES (Cavendish, at all) proses IPA untuk sekolah menengah sudah berbeda
dengan sekolah dasar, yaitu meliputi:
(a) kegiatan melakukan observasi,
(b) memilih kegiatan observasi yang relevan dengan investigasi/penyelidikannya
untuk dipelajari lebih lanjut,
(c) menemukan dan mengidentifikasi pola-pola baru dan menghubungkannya dengan
pola-pola yang sudah ada,
(d) menyarankan dan menilai penjelasan-penjelasan dari pola-pola yang ada,
(e) mendesain dan melaksanakan percobaan, termasuk melakukan berbagai
pengukuran untuk menguji pola-pola yang ada, mengkomunikasikan (baik secara
verbal, dalam bentuk matematika, atau grafik) dan menginterpretasi
tulisan-tulisan dan bahan ajar lainnya,
(f) memakai peralatan dengan efektif dan hati-hati,
(g) menggunakan pengetahuan untuk melaksanakan investigasi,
(h) menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan problem-problem yang berkait
dengan teknologi.
Mengingat demikian luasnya kawasan kajian keilmuan IPA berdasar ragam obyek,
ragam tingkat organisasi, dan ragam tema persoalannya, maka dalam membelajarkan
peserta didik untuk menguasai IPA bukan pada banyaknya konsep yang harus
dihafal, tetapi lebih kepada bagaimana agar peserta didik berlatih menemukan
konsep-konsep IPA melalui metode ilmiah dan sikap ilmiah, dan peserta didik
dapat melakukan kerja ilmiah, termasuk dalam hal meningkatkan kreativitas dan
mengapresisasi nilai-nilai.
Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan
dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar
yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi
dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya).
Dalam tahap perkembangannya, peserta didik SMP berada pada tahap periode
perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Berikut ini disajikan
perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan
aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
1. Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget, periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih
kurang sama dengan usia peserta didik SMP, merupakan ‘period of formal
operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada peserta didik adalah kemampuan
berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna
(meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang
visual. Peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Implikasinya dalam pembelajaran IPA bahwa belajar akan bermakna kalau input
(materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik . Pembelajaran
IPA akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat
kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik
sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal. Pada tahap
perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple
Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu:
(1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional),
(2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut),
(3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan
irama),
(4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mentaltentang realitas),
(5) zkecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang
halus),
(6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan
mengembangkan rasa jati diri),
(7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain).
Di antara ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan IPA
akan dapat berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru IPA untuk
berlatih mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala
kejadian/peristiwa guna membangun konsep IPA.
2. Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh
guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap
tersebut antara lain
a. Tahap Kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini
terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan
gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada
tahap ini peserta didik sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi
tingkat frustasi yang tinggi.
b. Tahap Asosiatif
Pada tahap ini, seorang peserta didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk
memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan
yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih
dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu,
gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya
otomatis. Pada tahap ini, seorang peserta didik masih menggunakan pikirannya
untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih
sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu
yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai
tidak kaku.
c. Tahap Otonomi
Pada tahap ini, seorang peserta didik telah mencapai tingkat autonomi yang
tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat
memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap
autonomi karena peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk
melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan
secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak
mengharuskan pembelajar untuk memikirkan
3. Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan proses pembelajaran IPA juga ditentukan oleh pemahaman tentang
perkembangan aspek afektif peserta didik . Ranah afektif tersebut mencakup
emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom memberikan
definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang
implikasinya dalam peserta didik SMP lebih kurang sebagai berikut:
a. Sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar
b. Responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka
c. Bisa menilai
d. Sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan
menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada
e. Sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut
dalam bentuk sistem nilai.
Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan
diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan
bahasa kedua atau bahasa asing. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam
tingkah laku peserta didik yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi
pembelajaran, yang meliputi:
a. Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya
sendiri.
b. Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
c. Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dan
sebagainya.
d. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
e. Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko.
f. Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada
perasaan orang lain.
Dengan demikian, selain harus mempertimbangkan miskonsepsi yang dimiliki oleh
setiap siswa sebelum mendapatkan pembelajaran, guru juga harus mempertimbangkan
penalaran formal yamg berbeda-beda yang dimilki oleh siswa. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan baik bila informasi tentang penalaran formal siswa sudah
dimiliki oleh guru. Piaget menyatakan bahwa anak-anak dianggap siap
mengmbangkan konsep khusus jika memperoleh skemata yang diperlukan.
C. Keterkaitan Mipa Dalam Tekhnologi Dan Masyarakat
Tanpa mengesampingkan ilmu pengetahuan sosial, Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (MIPA) merupakan basis bagi pengembangan tekhnologi dan industri. Oleh
karena itu pendidikan yang globally competitive tentunya berlandaskan pada
konsep broad based dalam pengertian sebagaimana telah diungkapkan di atas
sehingga selain mempunyai keterampilan bekerja (siap kerja) lulusan peserta
didik akan memiliki kemampuan yang cukup untuk mengembangkan karir akademiknya.
Matematika adalah ilmu yang mempelajari logika dari kuantitas, bentuk dan
susunan (pola). Ilmu matematika dapat dikelompokkan atas empat kelompok bidang
fundamental yang saling terkait, yaitu aljabar, foundation of mathematics
(logika), analisis, dan geometri. Di luar itu terdapat bidang statistic (dan
peluang) yang memiliki banyak aplikasi di berbagai cabang ilmu. Matematika
seringkali dipandang sebagai bahasa ilmu pengetahuan/sains (khususnya sains
alam), yaitu pengetahuan manusia tentang perilaku alam. Perilaku umum tersebut
diungkapkan dalam sains sebagai hukum-hukum dasar sains. Ada sejumlah
karakteristik umum yang dijumpai, baik pada alam hayati maupun non-hayati,
yaitu universalitas, keberagaman, evolusi/perubahan terhadap waktu, keberlangsungan,
dan interaksi.
D. Permasalahan Pendidikan MIPA
Penguasaan Iptek merupakan kunci penting dalam abad 21 ini. Oleh karena itu,
peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai Iptek
dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal itu
memang sudah dilakukan melalui pendidikan formal, sesuai dengan Undang-undang
No. 2 tahun 1989. Pengantar Sains dan Teknologi pun sudah diajarkan sejak
pendidikan dasar.
Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dimasa
depan yang secara kualitatif cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul,
antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil
pembangunan, partisipasi masyarakat, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber
daya manusia. Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki
peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam
menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir
kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu dimasyarakat yang
diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan tekhnologi.
Dewasa ini, pembelajaran IPA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah
dan kegiatannya lebih berpusat pada guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya
mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru
menjelaskan IPA hanya sebatas produk dan sedikit proses. Salah satu penyebabnya
adalah padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasarkan
kurikulum yang berlaku. Padahal, dalam membahas IPA tidak cukup hanya
menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk
membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum. Oleh karena itu, alat
peraga/praktikum sebagai alat media pendidikan untuk menjelaskan. IPA sangat
diperlukan. Pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga sangat efektif
untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai
limiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan YME.
Tujuan IPA secara umum adalah agar siswa memahami konsep IPA dan keterkaitannya
dengan kehidupan sehari-hari,memiliki keterampilan tentang alam sekitar untuk
mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu menerapkan
berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan
teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah satu cara untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas, guru
dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini,
pendekatan yang paling sesuai dengan perkembangan Iptek adalah pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat ( STM ), karena pendekatan ini memungkinkan siswa berperan
aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan Sains dan Teknologi didalam
kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA,
guru dapat memulai dengan isu yang dikemukakan oleh siswa yang ada
dimasyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya
sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai
motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat memberikan
saran-saran berdasarkan hasil pengamatannya dimasyarakat.
Penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki satu
kelas atau objek-objek kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.
Menurut Piaget pertumbuhan intelektual manusia terjadi karena adanya proses
kontinyu yang menunjukkan equilibrium-disequilibrium, sehingga akan tercapai
tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Belajar akan menjadi
efektif apabila kegiatan belajar sesuai dengan perkembangan intelektual anak.
Selain itu, guru di dalam kelas perlu mengenal anak didik dan bakat khusus yang
mereka milki agar dapat memberikan pengalaman pendidikan yang dibutuhkan oleh
masing-masing siswa untuk dapat mengembangkan bakat mereka secara optimal
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sikap yang terbentuk pada diri siswa terhadap mata pelajaran tentunya
tergantung pada sikap gurunya terhadap mata pelajaran itu, dan bagaimana cara
guru menyampaikan mata pelajaran itu. Apabila setiap mengajar guru bersikap
positif dan baik, maka lambat laun siswa berada dalam kondisi belajar yang
berkesan baik dan mendalam, sehingga terbentuk sikap positif terhadap mata
pelajaran itu. Jika mata pelajaran tersebut adalah IPA maka akan terbentuklah
sikap yang positif terhadap IPA.
Karena belajar bukan sekedar untuk memahami tentang sesuatu fakta tertentu
melainkan bagaimana menginteprestasikan fakta-fakta tersebut kedalam konteks
kehidupan pribadi. Seperti yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
a. Suharsimi Arikunto, bahwa sebenarnya sikap merupakan bagian dari tingkah
laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar.
b. Menurut Wynne Harlen dalam Hendro Darmodjo dan Yenny Kaligis, ada 9 aspek
sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD yaitu:
(1) sikap ingin tahu (curiousity);
(2) sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
(3) sikap kerja sama (cooperation),
(4) sikap tidak putus asa (perseverense),
(5) sikap tidak berprasangka (open mendidness),
(6) sikap mawas diri (self criticism),
(7) sikap bertanggung jawab (responsibility),
(8) sikap berpikir bebas (independence in thinking), dan
(9) sikap kedisiplinan diri (self discipline)..
Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk
pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja
tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai
kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak
sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini, Hidayat dan
Poedjiadi berpendapat sama bahwa belajar IPA melalui isu-isu sosial di
masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan Teknologi dirasakan lebih dekat,
dan belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarkat yang ada kaitannya dengan
IPA dan teknologi dirasakan lebih punya arti bila dibandingkan dengan
konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri.
Pembelajaran dengan menggunakan pedekatan STM memiliki ciri yang paling utama,
yang dilakukan dengan memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru
sebelumnya sudah memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.
Adalah suatu kekeliruan apabila seorang guru mengajarkan IPA dengan cara
mentransfer saja apa–apa yang disebut di dalam buku teks kepada anak-anak
didiknya. Hal ini disebabkan apa yang tersurat di dalam buku teks itu baru
merupakan satu sisi atau satu dimensi saja dari IPA yaitu dimensi produk.
Dengan mengikuti kegiatan ilmiah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan
pendekatan STM, siswa menyadari adanya suatu masalah dan mempunyai keinginan
untuk memecahkan masalah, serta kemudian menyimpulkan fakta-fakta yang ada
hubungannya dengan masalah yang terjadi melalui pengamatan. Untuk melatih siswa
agar memiliki kreativitas yang tinggi dalam pendekatan STM di dalam semua
kegiatan perlu dilakukan aktivitas yang optimal dari semua siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM dapat meningkatkan sikap siswa
yang semula kurang baik menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kepedulian
siswa terhadap kegiatan masyarakat sehari-hari seperti: (a) tukang minuman yang
sedang membuka tutup botol, (b) ayah yang sedang mencabut paku di dinding, (c) tukang
minyak tanah yang sedang memindahkan drum besar dari bawah ka atas truk, dan
(d) paman yang sedang memindahkan lemari yang besar dari ruang tamu ke dalam
kamar..
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
• Pada hakekatnya sains terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan
sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta
yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan
pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.
• pembelajaran IPA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan
kegiatannya lebih berpusat pada guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya
mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
• pembelajaran MIPA berdasarkan budaya adalah multiple representations yang
berarti hasil belajar siswa dinilai melalui beragam tekhnik dan alat ukur,
siswa pun mengekspresikan keberhasilannya dalam berbagai bentuk.
• Pendidikan MIPA sangat berperan dalam kehidupan kita sehari hari, baik itu
dalam bidang tekhnologi maupun pada bidang yang lainnya
B. SARAN
Dalam melakukan pembelajaran MIPA sebaiknya tidak dilakukan di dalam ruang
kelas saja melainkan di luar kelas. Sehingga para peserta didik dapat memahami
lebih jauh tentang apa yang dipelajarinya
indomaterikuliah.blogspot.com