MAKALAH KULIAHQU
MMMMMMM
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT”
Pendidikan
Berbasiskan masyarakat pada (Comunity Based Education) intinya adalah bahwa
masyarakat yang menentukan kebijakan serta ikut berpartisipasi dalam
me-nanggung beban pendidikan, bersama seluruh ma-syarakat setempat, tentang
pendidikan yang bermutu bagi anak-anak mereka. Dalam pengertian ini masyarakat
tidak semestinya menyerahkan seluruh pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah
semena-mena, tetapi ikut memikirkan serta bertanggung-jawab bersama kalangan
pendidikan akan berhasilnya pendidikan anak-anak mereka. Dengan demikian, akan
diharapkan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidikan dirumah dan
pendidikan disekolah serta pendidikan diluar sekolah.
Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
MAROS, 16 - DESEMBER - 2013
KELOMPOK 4
BIOLOGI 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB
II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian pendidikan berbasisis
masyarakat 2
B. Problem pendidikan berbsisis
masyarakat 4
C. Implementasi pendidikan berbasis masyarakat 4
D. Kendala Implementasi pendidikan
berbasis masyarakat 8
E. Langkah penanggulangan masalah 8
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah.
Community based education(CBE)/pendidikan berbasis
masyarakat(PBM) adalah konsep pendidikan yang menekankan pada paradigma
pendidikan dalam upaya peningkatan partisipasi(berperan
serta dl suatu kegiatan) dan keterlibatan masyarakat, serta pengelolaan pendidikan
yang sesuai dengan tuntutan global dan nasional.
Pengelolaan pendidikan / madrasah di hadapkan pada berbagai
macam tuntutan lokal dapat di akomodir dengan baik. sehingga kepedulian
masyarakat terhadap pengembangan pendidikan di madrasah menjadi sangat
signifikan .penting; berartin.
Sejarah pendidikan di Indonesia telah memberikan bukti bahwa
pendidikan yang berbasis masyarakat mempunyai daya tahan yang luar biasa,
karena di dukung oleh masyarakat yang merasa memilikinya, pondok pesantren
adalah sebuah bukti nyata.
Namun mengembalikan kekuatan masyarakat yang telah di
abaikan begitu lama tidaklah mudah. Paradigma lama telah mengaburkan pikiran
mengenai pendidikan yang selayaknya. Karena kita harus beralih kesebuah
paradigma reformasi yang baru dan mungkin gagasan pendidikan berbasis
masyarakat dapat dijadikan sebuah titik masuk.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana pengertian pendidikan berbasis masyarakat?
2.
Apa saja problem yang mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia?
3. Apa
implementasi pendidikan berbasis masyarakat?
4. Apa
saja kendala implementasi(pelaksanaan,penerapan) pendidikan berbasis masyarakat?
5. Bagaimana langkah penanggulangan masalah?
C.
Tujuan Penulisan.
1. Dapat mengetahui pengertian
pendidikan berbasis masyarakat.
2. Untuk mengetahui masalah yang
mempengaruhi mutu pendidik.
3. Agar mampu memahami
implementasi pendidikan berbasis masyarakat.
4. untuk
mengetahui kendala implementasi pendidikan berbasis masyarakat.
5. Untuk
mengetahui langkah penanggulangan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
berbasis masyarakat (Community Based Education)
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan
impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dari
konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah
pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada
di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap
kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep
dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas,
terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang
sesuai kebutuhan masyarakat.
Pendidikan Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education
(PBM) /(CBE) terdiri dari tiga kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan
masyarakat. Pendidikan adalah pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan
untuk masyarakat. Dalam arti luas; artinya pendidikan yang diselenggarakan baik
secara sekolah/dulu biasa disebut formal, atau yang diselenggarakan sebagai
kursus/di luar sekolah, atau latihan/ magang untuk memperoleh ke-terampilan,
dahulu disebut non-formal, maupun pendidikan yang dicontohkan dalam
kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan di dalam budaya masyarakat, sebelum ini
disebut informal. Berbasiskan berarti “berdasarkan pada” atau “berfokuskan
pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok yang hidup dalam daerah khusus (bisa
bersifat setempat/lokal/regional atau nasional) yaitu orang-orang yang memiliki
harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan di Indonesia walaupun mereka
mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan dan tanggungjawab.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan
akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S,2004
akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan
akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat
akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada
masyarakat. Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat
mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika.
Beberapa
problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief
Rahman adalah:
1) Pembiasaaan atau penyimpanganarah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 (3) salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka,seperti:
1) Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi(kejadian atau situasi yg bertentangan dng yg diharapkan atau yg seharusnya terjadi, tetapi sudah menjadi suratan takdir) kekurangan tenaga medic(jururawat) dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
2) Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
3) Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya. Kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.
1) Pembiasaaan atau penyimpanganarah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 (3) salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka,seperti:
1) Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi(kejadian atau situasi yg bertentangan dng yg diharapkan atau yg seharusnya terjadi, tetapi sudah menjadi suratan takdir) kekurangan tenaga medic(jururawat) dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
2) Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
3) Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya. Kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.
Menurut
E. Muyasa hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain sebagai berikut:
1. Memajukan kualitas pembelajaran
dan pertumbuhan anak.
2.
Memperkukuh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan
masyarakat.
3. Menggairahkan masyarak untuk
menjalin hubungan dengan sekolah.
Undang-undang
Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang
peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1)
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan
dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2)
masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil
pendidikan.
Demikian pula pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana
yang tertuang pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai
dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan
masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3) Dana
penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber
lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan
tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari
pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
B. Implementasi pendidikan berbasis masyarakat.
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis,subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
(1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
(3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut.
a. Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U.2001adalah:
1.Pelayan Masyarakat
Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, cepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai focus pelayanan utama.
2.Fasilitator
Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.
3.Pendamping masyarakat
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis,subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
(1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
(3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut.
a. Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U.2001adalah:
1.Pelayan Masyarakat
Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, cepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai focus pelayanan utama.
2.Fasilitator
Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.
3.Pendamping masyarakat
Pemerintah
menjadi pendamping masyarkat yang setiap saat harus melayani dan memfasilitasi
berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman,
sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanakan dan
menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembangkan.
Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada
masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang
dipegangnya adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi
memberikan peringatan bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka
mampu menampilkan ing madya mangun karsa (bila berada di antara mereka, petugas
memberikan semangat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan
panutan masyarakat(Ingngarsa sung tulodo).
4.Mitra
Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat.
5. Penyandang Dana
Pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah masyarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermata pencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah dipelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.
b. Bagaimana partisipasi Masyarakat dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawabkepada komite tersebut.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peninntagkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akubilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.
Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga,masyarakat dan pemerintah.
Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan.
Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat.
5. Penyandang Dana
Pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah masyarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermata pencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah dipelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.
b. Bagaimana partisipasi Masyarakat dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawabkepada komite tersebut.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peninntagkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akubilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.
Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga,masyarakat dan pemerintah.
Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan.
Yang
perlu diperhatikan dalam program humas di lembaga pendidikan secara mendasar
adalah perlibatan peran oarng tua dan masyarakat dalam mengelola lingkungan
sekolah. Beberapa masalah timbul yang sebenarnya tidak perlu hanya karena
kurangnya partisipasi orang tua dan masyarakat dalam kegiatan pendidikan.
Misalnya, beberapa hal yang diperhatikan untuk membangun hubungan orang tua dengan
guru sebagai patner pendidikan, adalah bahwa orangtusa mempunyai profesi yang
berbeda yang dapat diajak serta untuk mengelola pendidikan baik dengan sedikit
pelatihan atau tanpa pelatihan sama sekali. Karena pada dasarnya sekolah
mempersiapkan dua hal yaitu calon orang tua yang akan mengganti orangtua yang
ada sekarang ini, dan bekerja secara bersama- sama dan efektif dengan paraorang
tua (DeRoche, 1981 : 169 ) .
C. Kendala dalam
Implementasi pendidikan berbasis masyarakat.
Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis
Masyarakat menurut Sagala, S.,2004 adalah:
1) Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban
keuangan yang dianut pemerintah masih dariatas ke bawah(topdown).
2) Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
3) Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4) Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5) Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6) Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7) Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8) Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
9) Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10) Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
2) Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
3) Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4) Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5) Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6) Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7) Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8) Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
9) Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10) Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
D. Langkah Penanggulangan Masalah
Secara ideal, dunia pendidikan harus mampu berjalan
beriringan dengan dunia luar. Akan tetapi kita juga tahu bahwa dengan
komitmen pemerintah yang buruk dalam hal dana pendidikan baik pada masa
lalu dan masa kini maka idealisme tersebut masih jauh dari impian. Karenanya
beberapa loncatan pemikiran untuk penanggulangan masalah tersebut harus
dilakukan.
Berikut
ada beberapa pemikiran yang menurut penulis dapat dilaksanakan pada masa dekade
sekarang ini:
A. Partisipasi masyarakat
Salah satu pendekatan yang ada hubungannya dengan
partisipasi menyatakan bahwa manusia mempunyai dinamika internal dan kapasitas
yang tak terbatas untuk membantu dirinya dan untuk berhubungan secara positif
dengan lingkungannya, apabila dikembangkan melalui perlakuan yang akurat dan
dapat dipercaya. Selain itu, partisipasi juga disadari memiliki banyak arti.
Partisipasi dapat berarti bahwa pembuat keputusan
mengikutsertakan kelompok atau masyarakat luas terlibat dalam bentuk saran,
pendapat, barang, keterampilan, bahan atau jasa. Partisipasi juga dapat berarti
bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan sendiri,
membuat keputusan dan memecahkan permasalahan mereka sendiri. Dalam konteks
partisipasi, Illich (1983) menyatakan bahwa rakyat biasa harus mampu
bertanggungjawab atas kepentingan dan kesejahteraan sendiri.
Oleh karena itu, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut
bertanggungjawab dalam semua bidang kehidupan baik dalam bidang pendidikan,
perawatan kesehatan, transportasi, perencanaan pembangunan dll. Sedangkan Paulo
Freire (1973) menyatakan bahwa elit pembuat keputusan harus menyadari
pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Bertitik
tolak dari pandangan ini, pemahaman tentang konsep partisipasi perlu diperluas
tidak hanya ditekankan dalam bentuk pemberian dana, barang sebagai masukan
instrumental, melainkan perlu dikembangkan pula berbagai bentuk partisipasi
lain seperti paritipasi dalam hal waktu, pemikiran dan gagasan, kepercayaan dan
kemauan.
Rugh
dan Bossert (1998:141) menyatakan bahwa masyarakat dan keluarga dapat diajak
untuk berpartisipasi dalam masalah pendidikan atau berinteraksi dalam dua belas
langkah berikut ini:
1.Advokasi
pendaftaran dan pendidikan manfaat
2. Memastikan siswa kehadiran yang teratur dan penyelesaian
3. Membangun, memperbaiki, dan meningkatkan fasilitas
4. Berkontribusi dalam bentuk tenaga kerja, bahan, tanah dan dana
5. Mengidentifikasi dan mendukung calon guru lokal
6. Membuat keputusan tentang lokasi sekolah dan jadwal
7. Pemantauan dan menindaklanjuti guru dan siswa kehadiran
8. Pembentukan komite pendidikan untuk mengelola sekolah
9. Menghadiri pertemuan sekolah untuk mengetahui tentang pekerjaan anak-anak
10. Memberikan instruksi keterampilan untuk tahu tentang pekerjaan anak-anak
11. Membantu anak-anak belajar dengan
12. Mengumpulkan lebih banyak sumber daya dan memecahkan masalah melalui birokrasi pendidikan.
2. Memastikan siswa kehadiran yang teratur dan penyelesaian
3. Membangun, memperbaiki, dan meningkatkan fasilitas
4. Berkontribusi dalam bentuk tenaga kerja, bahan, tanah dan dana
5. Mengidentifikasi dan mendukung calon guru lokal
6. Membuat keputusan tentang lokasi sekolah dan jadwal
7. Pemantauan dan menindaklanjuti guru dan siswa kehadiran
8. Pembentukan komite pendidikan untuk mengelola sekolah
9. Menghadiri pertemuan sekolah untuk mengetahui tentang pekerjaan anak-anak
10. Memberikan instruksi keterampilan untuk tahu tentang pekerjaan anak-anak
11. Membantu anak-anak belajar dengan
12. Mengumpulkan lebih banyak sumber daya dan memecahkan masalah melalui birokrasi pendidikan.
B.
Pendekatan Sistem Sebagai Indikator PBM/CBE
Kalau ditinjau secara pendekatan sistem yang mempergunakan
tiga aspek masukan, proses dan keluaran sebagai titik pengkristalan, maka
masukan PBM/CBE adalah peserta didik yang datang dari masyarakat, proses
pendidikan PBM/CBE terjadi di dalam masyarakat itu, dengan masukan sumberdaya
dan masukan lingkungan, asalnya terutama dari masyarakat itu sendiri, serta
keluarannya berlangsung di dalam masyarakat itu. Yang ditekankan dalam hal ini
adalah bahwa mestinya tanggungjawab pendidikan masyarakat itu adalah masyarakat
itu sendiri. Masyarakat setempat adalah stakeholder utama dari pendidikan di
tempat itu.
Masyarakat setempat bukan hanya sebagai penonton yang
kadang-kadang diundang dalam permainan. Mestinya mereka itu berhak untuk
menjadi pemain, bahkan menjadi pemain utama. Itu akan lebih jelas bila
dibandingkan dengan apa yang terjadi selama ini. Selama ini, pendidikan
seolah-olah adalah pendidikan Pemerintah, masyarakat hanyalah klien/pelanggan
belaka, ataupun dapat dikatakan konsumer pendidikan sematamata. Masyarakat
kadang-kadang dilibatkan, diundang ikut dalam kegiatan pendidikan (community
involvement), tetapi tidak berperan serta (community participation).
Berikut
ini disajikan contoh indikator PBM/CBE yang dapat dilakukan oleh masyarakat
lokal maupun nasional:
1.Penurunan angka anak usia sekolah
yang tidak bersekolah.
2.Pengurangan ketimpangan antar
wilayah atau antar kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat.
3.Pengurangan ketimpangan sebaran
guru, sistem insentif, dan mutasi guru.
4.Peningkatan sarana/prasarana
pendidikan.
5.Peningkatan Sosial ekonomi
anak-anak lingkungan ekonomi rendah.
6.Peningkatan kesadaran orangtua
dalam hal membantu anaknya belajar.
7.Peningkatan kesadaran anak akan
daya tarik bidang studi tertentu.
8.Peningkatan kemampuan guru dalam
pendayagunaan alat dan sumber pendidikan.
9.Pendokumentasian sumberdaya
pendidikan.
10.Penetapan
kebutuhan sumberdaya pendidikan sesuai dengan identifikasi dan rumusan kebutuhan
pendidikan setempat.
11.Identifikasi
perorangan, kelompok atau badan/lembaga yang potensial dengan berbagai jenis
tertentu sumberdaya pendidikan.
C. Tanggungjawab Pendidikan
Dalam
hal tanggungjawab dapat diperiksa kembali komponen dari sistem pendidikan.Tentu
ada sistem pendidikan lokal sekolah, kursus/pelatihan, yang dapat disebut
sistem institusional dan ada pula sistem pendidikan daerah tingkat dua dan
selanjutnya sistem pendidikan nasional. Sayangnya sampai sekarang yang sudah
ada UU-nya baru Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Dalam mewujudkan otonomi
pendidikan daerah, mestinya SPN tadi dilengkapi dengan UU baru atau UU tentang
Otonomi Pendidikan Daerah.
Selama ini pendidikan
yang diselenggarakan swasta pun, masukan-masukannya masih ditentukan dari
pusat, hanya penyelenggaraannya, terutama pembiayaannya yang dipikul hampir
seluruhnya oleh penyelenggara pendidikan swasta tersebut. Di sini letaknya
kepelikan otonomi pendidikan dasar dan menengah itu. Ditambah lagi dengan tiga
jenjang persekolahan: pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Apakah semuanya diotda kabupatenkan?
Di dalam PBM/CBE seyogianya yang mengetahui kebutuhan
pendidikan bagi warganya adalah masyarakat itu: berapa warganya yang
harus ditampung di SD dan SLTP atau Pendidikan Dasar, berapa yang harus
ditampung di pendidikan menengah, berapa yang perlu ditampung di dalam
kursus-kursus dan lain sebagainya. Berapa ruang yang diperlukan dan/atau berapa
gedung yang diperlukan dan di mana harus ditempatkan, berapa biaya yang
diperlukan, berapa guru dan tenaga lain yang dibutuhkan seharusnya lebih
diketahui oleh masyarakat setempat. Tentu untuk itu semua diperlukan data dan
informasi yang akurat.
Yang menjadi masalah paling pelik adalah tanggung jawab
keuangan. Meskipun disebut otonomi pendidikan termasuk di dalam otonomi daerah
tingkat dua, namun harus dikatakan bahwa pendidikan sebenarnya adalah
tanggungjawab bersama sebagai bangsa. Sebagai bangsa kita bertekad untuk
mengadakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun bagi semua warga. Itu berarti
tidak hanya bagi daerah/masyarakat yang mampu, tetapi juga bagi daerah yang
kurang kapasitasnya untuk itu. Dengan demikian diperlukan suatu mekanisme di
mana yang kaya membantu yang lemah; mungkin inilah yang harus pula termasuk ke
dalam perimbangan keuangan di antara pusat dan daerah. Apakah itu diatur dengan
alokasi umum atau alokasi khusus. Apakah grant berdasar jumlah siswa atau
jumlah penduduk dan luas daerah; apakah untuk semua peserta didik ataukah hanya
yang di negeri saja?.
Di
sini akan disebut beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat
untuk dapat menyelenggarakan PBM/CBE dalam hal perencanaan:Masyarakat
seharusnya dapat melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’,
artinya tidak lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara
kasar untuk daerah, ‘macro planning’ ;
- Harus punya data penduduk dengan umur yang sangat terpercaya;
- Harus dapat mengidentifikasi potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
- Seharusnya punya tenaga yang punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning) tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan. Sebenarnya perencanaan pendidikan dapat pula memberi sumbangan kepada perencanaan wilayah, misalnya penentuan sebuah desa, kecamatan dan seterusnya. Ambil contoh; mestinya sesuatu desa yang normal harus punya 1 SD, pada hal sebuah SD normal seharusnya punya 180 sd 300 murid. Jika suatu desa hanya punya 200 KK, maka sukar untuk dapat ditetapkan sebagai satu desa. Demikianpun untuk sebuah kecamatan seharusnya mempunyai paling tidak sebuah SLTP yang diberi masukan peserta didik paling kurang dari 5 SD; jadi sesuatu kecamatan yang mempunyai hanya 3 desa tentu tidak efisien, dan seterusnya. Di samping itu diperlukan apa yang disebut ‘educational mapping’ untuk sesuatu kecamatan atau kabupaten untuk sungguh-sungguh dapat membuat pendidikan di daerah tersebut efisien dan bermutu.
Educational mapping dapat disamakan dengan perencanaan
tata ruang pendidikan; setelah mengetahui jumlah dan umur penduduk, juga
digambarkan persebaran penduduk dalam desa tersebut; digambarkan pula jalan-jalan
yang menghubungkan persebaran penduduk; diperkirakan di mana akan diletakkan
SD. Kemudian dilihat situasi kecamatan, di mana akan diletakkan SLTP, berapa feeder-school
SD yang diperlukan untuk setiap SLTP; berapa SLTP yang perlu dibangun; kemudian
diperhatikan situasi Kabupaten dan ditentukan berapa SM (Umum dan Kejuruan)
dibutuhkan dan di mana akan ditempatkan.Semua kegiatan ini dilakukan untuk
mengoptimalkan efisiensi serta mutu dari pendidikan. Karena itu dibutuhkan
sumber daya dan dana, serta diperlukan standar-standar pendidikan untuk dapat
mencapai mutu yang diharapkan. Menjadi persoalan besar bagi daerah, apakah SD
yang terlalu banyak dengan murid terlalu sedikit perlu digabung demikian
seterusnya, sehubungan dengan efisiensi dan mutu pendidikan.
BAB III
PENUTUP.
A. Simpulan
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan
impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat
(Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan
Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya
partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk
menjawab kebutuhan masyarakat.
Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang
diungkapkan DR.Arief Rahman adalah:
1. Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2. Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
3. Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
1. Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2. Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
3. Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan
formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber
daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya
lainnya.
B. Kata
penutup.
Alhamdulillah sudah semestinya menjadi
kalam ikhtitan. Tuhan yang mengajari kita ilmu dengan pena dan mengajari
manusia atas apa apa yang tidak diketahui. Karena dengan izin dan ridho-Nya
yang menjadi dambaan setiap insan, kami dengan sehat wal-afiat dapat
merampungkan tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan dengan baik meskipun
jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sagala, S. 2004. Manajemen Berbasis
sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. PT Rakasta
Samasta, Jakarta.
Surya, M. 2002. Menyambut Hari
Pendidikan Nasional 2002: Menyongsong Agenda Reformasi pendidikan. Pikiran
Rakyat.
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (
Jakarta: Erlangga, 2007).
Mukhlishah.
2002. Mendesak, Pendidikan ikiran Rakyat Cyber Media.Berbasis Komunitas.
Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi
Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:, Ar- Ruzz Media, 2008).
Sumber : http://pmancoffeemix.wordpress.com/Manajemen Inovasi Pendidikan.
1.Sagala, S. 2004. Manajemen Berbasis
sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. PT Rakasta
Samasta, Jakarta. Hal 54-58.
2. Ibid hal 64-66
3. Surya,
M. 2002. Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2002: Menyongsong Agenda Reformasi
pendidikan. Pikiran Rakyat. Hal 80-82.
[6] Sumber
: http://pmancoffeemix.wordpress.com/Manajemen Inovasi Pendidikan.
[7] Mukhlishah. 2002. Mendesak, Pendidikan ikiran Rakyat Cyber
Media.Berbasis Komunitas. Phal 40-43.
[8] Mulyono, Manajemen
Administrasi & Organisasi Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:, Ar- Ruzz Media, 2008) hlm. 204-205
1 comment :
Terima Kasih infonya,
Sangat membantu,
SAlam Sukses Selalu.
Post a Comment