PENDAHULUAN
Pada kenyataannya, sekarang agama
islam banyak di salah gunakan, yakni banyak pihak-pihak yang mencabangkan agama
islam. Mereka berlomba-lomba mendakwahkan agama islam menurut versi mereka
sendiri.tetapi banyak juga dari pencabangan agama islam ini yang menyalahi dari
jalur islam. Sehingga sering sekali terjadi salah paham antara kelompok satu
dengan yang lainnya. Akibatnya sekarang sering terjadi adu mulut antara
ormas-ormas yang mendukung ajaran islam yang mereka percayai benar. Sehingga
pemecahan dari masalah ini adalah, masyarakat di juga harus di beri pengarahan
yakni secara umum bagaimana islam yang sebenarnya, yang sudah tepat menurut AL
QURAN dan HADIST.
Kesalahpahaman
terhadap islam tidak hanya terdapat di kalangan orang-orang non-muslim, tetapi
juga di kalangan muslim sendiri yang belum memahami islam secara menyeluruh.
Islam sering dipandang sempit sebagai agama yang berisi ibadah ritual
saja.padahal ritual dalam islam hanya sebagian ajaran saja. Islam berkaitan
dengan seluruh aspek kehidupan manusia dan memberikan nilai-nlai esensial bagi
seluruh aspek kehidupan itu.
Kesalahpahaman tersebut diebabkan karena pemikiran
yang bersifat khotomis, memisahkan antara agama dan kehidupan Agama sebagai
salah satu aspek kehidupan saja, yaitu kebutuhan manusia terhadap penyembahan
Yang Maha Kuasa.sedangkan pada aspek”kehidupan lainnya aspek-aspek kehidupan
lainnya agama tidak bias diperankan. Pemahaman yang parsial ini melahirkan
pandangan yang sempit terhadap islam dan menumbuhkan sekularisasi.
Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di
dunia, sedangkan akhirat adalah buah atau akibat dari kehidupan dunia. Islam
menunjukan jalan dan arah yang ditempuh untuk mencpai kebahagiaan yang hakiki
di dunia dan akhirat.
Bagi seorang muslim, islam menjadi dasar dalam menata
kehidupan nya, baik ekonomi, politik maupun budaya sehingga kehidupannya
menjelmakan perilaku yang islami, Allah berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu kedalam islam keseluruhannya (secara menyeluruh), dan
janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang
nyata bagimu.” (Al-Baqarah, 2:208)
Salah Faham Islam
- A. Pendahuluan
Umat Islam
pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidak pernah
mengalami konflik yang disebabkan perbedaan faham yang membawa kepada
perpecahan ummat, karena semua permasalahan yang ada dapat diselesaikan oleh
Rasulullah sendiri, sehingga terlihat adanya hidup rukun antara kelompok
shahabat Nabi seperti kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Bersamaan dengan menyebarnya Islam keseluruh pelosok,
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa Sallam dipanggil oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk menghadap-Nya (wafat).
Setelah ditinggal wafat oleh pembawa risalah
Islampun semakin berkembang luas dan memasuki zaman dan situasi sosial yang
jauh berbeda jika dibangdingkan pada masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alahi
wa Sallam.
Berawal dari perbedaan kondisi sosial serta kultur
inilah, maka perbedaan pendapatpun dikalangan ummat Islam tidak dapat dihindari
lagi. Dan muncullah golongan Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah dan golongan
lainnya.
Umat Islam di Indonesia memliki peranan sentral dalam
menciptakan dan memelihara stabilitas nasional, mengingat umat Islam di
Indonesia adalah mayoritas. Sedangkan stabilitas nasional menjadi salah satu
faktor penting dalam pembangunan nasional. Oleh sebab itu masalah kerukunan
intern umat secara nasional adalah masalah besar yang tidak boleh diabaikan dan
harus terus menerus memperoleh perhatian secara serius.
Kerukunan umat Islam yang ada di Indonesia sering
terganggu oleh riak-riak politik intern umat Islam sendiri. Kenyataan seperti
ini sering kita lihat, baik di media cetak maupun media elektronik.
Secara kontektual kerukunan intern umat Islam menjadi
tidak harmonis, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita
dalam ayat-Nya, agar umat Islam berpegang teguh pada persatuan dan kesatuan
serta melarang dalam perpecahan:
Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Berorganisasi atau membentuk firqah dalam
rangka fastabiqul khairat dalam Islam tidak dilarang, bahkan
diperintahkan sebagaimana firman-Nya yang terdapat dalam Surat Ali-Imran: 104.
Namun dalam realiatas hidup konfli-konflik sosial dan politik justru disebabkan
dari faktor organisasi keagamaan.
B.
Urgensi Perbedaan Faham
Perbedaan pendapat di kalangan ulama’, khususnya
masalah fiqih adalah hal yang biasa. Hal ini karena fiqih merupakan hasil
ijtihat maksimal para ulama’ dalam mencari status hukum yang paling benar.
Hasil ijtihatpun dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu serta berbeda antara
golongan ulama’ satu dan ulama’ lainnya.
Sebagian umat Islam ada yang berpandangan bahwa
perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Hal ini wajar karena akal manusia
dalam menyimpulkan semua persoalan itu ada batasnya. Sehingga manakala terjadi
perbedaan pendapat dalam menentukan masalah yang secara tekstual belum diatur
oleh agama adalah masalah yang biasa dan tidak perlu besar-besarkan sampai
terjadi konflik antar sesama golongan umat Islam.
Lain halnya dengan umat Islam yang sangat fanatik
terhadap madzhab tertentu dengan memposisikan madzhab yang diikutinya sebagai
madzhab yang paling benar dan yang lainnya salah, maka mereka menganggap
perbedaan faham itu merupakan masalah akidah dan itutidakboleh terjadi.
Banyaknya kitab yang dikarang oleh madzhab yang tidak
memunculkan dalil-dalil penunjang dari al-Qur’an dan al-Hadits memberikan
peluang untuk semakin suburnya perbedaan pendapat dikalangan umat Islam.
Padahal, tujuan tidak dicantumkannya dalil-dalil dengan harapan agar pembahasan
pada kitab dapat lebih ringkas.
Perbedaan pendapat dikalangan umat Islam mayoritas
terjadi pada kajian fiqih, mengingat fiqih merupakan produk ijtihad para ulama’
dalam menentukan sebuah hukum yang secara tekstual tidak termuat pada al-Qur’an
dan al-Hadits.
Pada realitas hidup beragama umat Islam terbagi
menjadi dua golongan dalam menanggapi persoalan madzhab. Golongan yang menolak
dan golongan yang menerima. Golongan yang menolak madzhab beralasan bahwa umat
Islam tidak perlu bermadzhab, karena sudah cukup mengikuti apa yang dilakukan
oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa Sallam saja. Sedangkan
golongan yang bernadzhab beranggapan; bermadzhab itu sangat perlu karena,
madzhab merupakan penerjemah dari dalil-dalil al-Qur’an maupun al-Hadits.
Dengan demikian, terdapatlah perbedaan perilaku dalam
hidup beragama, bahkan tidak sedikit yang akhirnya menyebabkan timbulnya
konflik faham dikalangan umat Islam, antara yang pro madzhab dan yang kotra
madzhab. Wallahu A’lam.
C.
Sejarah Timbulnya Perbedaan Faham
Sejarah munculnya perbedaan faham adalah seiring
dengan usia dari ijtihad itu sendiri. Pada masa Rasulullah Shallallahu
‘Alahi wa Sallam masih hidup, praktik ijtihad sulit ditemukan mengingat
kondisi umat saat itu, jika mendapatkan suatu problem langsung datang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam , sementara Rasulullah menunggu
wahyu datang.
Praktik-praktik ijtihad mulai terlihat setelah
wafatnya Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa Sallam dan
berpencarnya para shahabat dalam rangka menyebarkan agama Islam keberbagai
penjuru daerah.
Menurut penulis diantara faktor sebab adanya ijtihad
adalah, karena kehati-hatian dalam memahami dalil. Dan yang kedua adalah karena
al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, yang mana dalam bahasa Arab
itu pada setiap lafal memiliki banyak makna.
Perbedaan pendapatat yang terjadi pada umat Islam,
menurut penulis diakibatkan oleh tiga hal:
1.
Teks dari dari dalil yang berbahasa Arab. Dimana
bahasa Arab itu dalam setiap lafal memiliki maksa lebih dari satu , sehingga
akhirnya memunculkan makna dan pemahaman yang berbeda dari setial ulama’ yang
berusaha menafsirkannya.
2.
Keterbatasan akal manusia dalam menafsirkan sebuah
teks dalil. Sementara itu para pengikut Mujtahid (ulama’ yang
menafsirkan teks dalil) berusaha mengikuti dengang menganggap bahwa apa yang
dilakukan Mujtahid yang diikuti itu paling benar dan dipertahankan tanpa pernah
menghargai pendapat Mujtahid lainnya.
3.
Faktor firqah (golongan/ organisasi) . Para
pengikut organisasi biasanya memiliki ciri khas tersendiri dalam melaksanakan
praktik ibadahnya setiap hari. Mereka enggan melaksanakan praktik-praktik
ibadah yang dilaksanakan oleh golongan lain meskipun itu benar.
Dari tiga sebab perbedaan pendapat di atas, maka
muncullah praktik-praktik ibadah yang berwarna-warni yang dilakukan oleh umat
Islam.
Allah Subahanahu wa Ta’ala menjadikan akal dan
kemampuan manusia berbeda-beda. Dari akal dan kemampuan yang berbeda inilah,
maka ketika akal manusia menafsirkan dalil-dalil yang berbahasa Arab juga akan
memunculka penafsiran yang berbeda-beda.
Baik al-Qur’an maun al-Hadits dalam hal makna teksnya
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Dalil yang mengandung makna lebih dari satu, maka akan
menghasilkan teks penafsiran dalil yang berbeda ketika ditafsirkan oleh banyak
ulama’
2.
Sedangkan dalil yang mengandung satu makna (qath’i),
meskipun ditafsirkan oleh banyak ulama’, maka akan tetap menghasilkan satu
penafsiran. Dan jika ada ulama’ memberikan penafsiran yang berbeda, maka tidak
perlu diikutinya.
Nampaknya pemahaman oleh sebagaian umat Islam terhadap
kondisi dalil di atas masih minim sekali, sehingga memberikan peluang kepada
kelompok-kelompok tertentu untuk membentuk firqah-firqah /
golongan-gongan baru, sehingga semakin tahun jumlah firqah, golongan
atau organisasi Islam semakin bertambah.
Berfirqah atau berorganisasi dalam Islam bukan
hal yang dilarang, asal masih tetap dalam tujuan amar makruf nahi munlar
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an :
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Meskipun ayat di atas memberikan peluang kepada umat
Islam untuk membentuk suatu golongan ( waltakum minkum ummah), namun
harus tetap dalam rambu-rambu, yaitu berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
D.
Salah Memahami Ruang Lingkup Agama Islam
Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah
memahami ruang lingkup agama islam. Lambang yang sama yakni perkataan agama
dipakai untuk system ajaran yang berbeda, yang menimbulkan salah paham terhadap
Islam. Orang-orang terpengaruh dengan makna kata religion yang berarti mengatur
hubungan manusia dengan tuhan saja, sedangkan Islam mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Sebagai
satu system yang mengatur hidup dan kehidupan manusia, Islam mengatur berbagai
tata hubungan.
E.
Salah Menggambarkan Susunan Bagian-bagian Agama dan Ajaran Islam
Kesalahpahaman ini timbul karena penggambaran
bagian-bagian agama dan ajaran agama tidak menyeluruh, tetapi
sebagian-sebagian. Misalnya Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan terikat
semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen
itu kedalam kerangka agama dan ajaran agama Islam terpadu secara keseluruhan.
Menggambarkan Islam dengan sebagian inilah yang menyebabkan Islam menjadi the
most misunderstood religion in the word yang artinya “agama yang paling di
salahpahami di dunia”.
F.
Salah Mempergunakan Metode Mempelajari Islam
Metode atau jalan yang ditempuh oleh para orientalis
adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata
sebagai objek studi dan analisis. Artinya, menggunakan metode dan menganalisis
tidak sesuai dengan ajaran islam.
Untuk menghindari salah paham
terhadap islam
Untuk menghindari salah paham terhadap islam dan
supaya dapat memahami tentang Islam secara baik, hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
1.
Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni
Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan Hadist yang memuat sunnah Nabi
Muhammad. Dengan mempelajari Islam dengan kedua sumber ini, maka akan
memperkecil salah paham terhadap Islam itu sendiri.
2.
Islam tidak dipelajari secara partial tetapi
integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara
keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
3.
Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang
ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami islam secara baik dan
benar.Dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi manusia dalam masyarakat
dan di lihat relasi serta relevansinya dengan persoalan politik, ekonomi,
social, budaya sepanjang sejarah manusia terutama sejarah umat islam.
4.
Memahami islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang
berkembang sampai sekarang.
5.
Tidak menyamakan islam dengan uamt islam, terutama
dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat.
6.
Pelajarilah islam dengan metode yang selaras dengan
agama dan ajaran agama
SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
Agama
Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan
sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq
Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum
islam atau syariat islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas
mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui
definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum artinya
menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih,
hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf(orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik
berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang,
sah, batal, rukhsah( kemudahan ) atau azimah.
Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat
yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran dan hadist) berupa al-wujub,
al-almandub, al-hurmah, al- karahah, dan al-ibahah. Perbuatan
yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan
mubah. Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian, yaitu hukum
taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
1.
Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah
untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi
menjadi lima macam, yaitu
1.
Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat
untuk dilaksanakan dan dilarang ditinggalkan, karena orang yang
meninggalkannya dikenai hukuman
2.
An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk
melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika
tuntutan itu dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak
dikerjakan tidak hukuman (dosa)
3.
Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung pilihan
untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya
4.
Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu
perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak
pasti sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
5.
Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan
suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan
perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya mendapatkan hukuman
(berdosa).
Menurut ulama fikih pebuatan mukallaf itu
jika ditinjau dari syariat islam dibagi menjadi lima macam, yaitu :
- Fardu (wajib), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan hukuman (berdosa) perbuatan wajib ditinjau dari segi orang melakukannya dibagi menjadi dua, yaitu :
·
Fardu ain, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan
oleh setiap mukallaf, seperti shalat lima waktu
·
Fardu kifayah, yaitu perbuatan wajib yang harus
dikerjakan oleh salah seorang anggota masyarakat, dan jika telah dikerjakan
oleh salah seorang anggota masyarakat, maka gugur kewajiban anggota masyarakat
lainnya, seperti memandikan, mengafani, menshalatkan, dan menguburkan jenazah
muslim (mandub), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya
mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya tidak mendapatkan
hukuman (dosa) perbuatan sunnah dibagi menjadi dua, yaitu:
- Sunnah ain, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu, seperti shalat sunnah rawatib
·
Sunnah kifayah, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan
dikerjakan oleh salah seorang atau beberapa orang dari golongan masyarakat,
seperti memberi salam, mendoakan muslim atau muslimat
1.
Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
pelakunya berdosa dan akan dihukum, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya
mendapatkan pahala, seperti: bezina, mencuri, membunuh
2.
Makruh, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
pelakunya tidak berdosa, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala,
seperti: meninggalkan shalat Dhuha
3.
Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh
ditinggalkan, seperti: memilih warna pakaian penutup auratnya.
2.
Hukum Wadh’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian,
bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya
sesuatu (hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum waid’iy itu
terdiri dari tiga macam, yaitu:
1.
Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang
dijelaskan dalam nas (Alquran dan hadist), bahwa keberadaannya
menjadi sebab tidak adanya hukum. Seperti: tergelincirnya matahari menjadi
sebab wajibnya shalat zhuhur, jika matahari belum tergelincir maka shalat
zhuhur belum wajib dilakukan
2.
Syarat, yaitu sesuatu yang berada diluar
hukum syara’, tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung padanya,
jika syarat tidak ada maka hukum pun tidak ada. Seperti: genap satu tahun
(haul) adalah syarat wajibnya harta perniagaan, jika tidak haul maka tidak
wajib zakat perniagaan
3.
Penghalang (mani), yaitu sesuatu yang keberadaannya
menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab hukum. Seperti: najis
yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang melaksanakan shalat
menyebabkan shalatnya tidak sah atau menghalangi sahnya shalat.
Melalui
penjelasan singkat mengenai pengertian hukum islam atau syariat islam tadi
barulah kita mengerti pengertian hukum islam. Yang dimaksud sebagai sumber
hukum islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian
sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau
pedoman syariat islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber
utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW
bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian
tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu
Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih
menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan
hadist.
Seluruh
hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan
manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan
dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada
saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang
lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber
ajaran islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari
tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau
akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber
ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh
dibalik. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
sumber ajaran islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran islam
sekunder (ijtihad). Pembahasan mengenai karakteristik masing-masing sumber
ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut:
Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1.1.
AL QUR’AN
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a,
yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti
mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan
secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut
para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah
dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta
membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran
antara lain:
·
Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan
semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya
·
Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi
dari kepercayaan ajaran tauhid
·
Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang
yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang
mengingkari
·
Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul
dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah
orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen
dasar hukum, sebagai berikut:
~
Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia
dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini
tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu
Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
~
Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan
lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut
hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
~
Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia
dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini
tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq
atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
~
Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT,
misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
~ Hukum muamalat, yaitu
hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam
sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
~
Hukum munakahat (pernikahan).
~
Hukum faraid (waris).
~
Hukum jinayat (pidana).
~
Hukum hudud (hukuman).
~
Hukum jual-beli dan perjanjian.
~
Hukum tata Negara/kepemerintahan
~
Hukum makanan dan penyembelihan.
~
Hukum aqdiyah (pengadilan).
~
Hukum jihad (peperangan).
~
Hukum dauliyah (antarbangsa).
1.2. HADIST
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang
berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan.
Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau
sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam,
yaitu:
~ Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan
Rasulullah
~
Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
~ Sunnah
taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun
perbuatan orang lain
~ Sunnah
hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak
sampai dikerjakan
Sumber-Sumber Ajaran Islam
Sekunder
1.1. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang
berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin.
Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist.
Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist.
Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat
di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan
akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam,
yaitu
~
· Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau
sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad
umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum
suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu
keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
~
Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan
menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya
untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok
masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23
dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak
diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul
karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
~
Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada
Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat
diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum
suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan
syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat
terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak
memberikanrukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli
diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
~
Mush Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun
menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan
manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini
dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
~
Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan,
sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan
meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak
memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut
minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
~
Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan
telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum
tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau
belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan
sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah
bila tidak berwudhu.
~
Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si
pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya
tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual
dan pembeli.
Referensi :
2.
http\\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
3. Alquran dan Terjemahannya, 1971:
Saudi Arabia
4. M.Quraish Shihab, Membumikan
Alquran
5. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadist
KESIMPULAN
Umat Islam pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi
wa Sallam tidak pernah mengalami konflik yang disebabkan perbedaan
faham yang membawa kepada perpecahan ummat, karena semua permasalahan yang ada
dapat diselesaikan oleh Rasulullah sendiri, sehingga terlihat adanya hidup
rukun antara kelompok shahabat Nabi seperti kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Kesalahpahaman tersebut diebabkan karena pemikiran
yang bersifat khotomis, memisahkan antara agama dan kehidupan Agama sebagai
salah satu aspek kehidupan saja, yaitu kebutuhan manusia terhadap penyembahan
Yang Maha Kuasa.sedangkan pada aspek”kehidupan lainnya aspek-aspek kehidupan
lainnya agama tidak bias diperankan. Pemahaman yang parsial ini melahirkan
pandangan yang sempit terhadap islam dan menumbuhkan sekularisasi.
Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di dunia, sedangkan akhirat
adalah buah atau akibat dari kehidupan dunia. Islam menunjukan jalan dan arah
yang ditempuh untuk mencpai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.
Untuk menghindari salah paham terhadap islam dan
supaya dapat memahami tentang Islam secara baik, hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
- Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan Hadist yang memuat sunnah Nabi Muhammad.
- Islam tidak dipelajari secara partial tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
- Islam tidak dipelajari secara partial tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
- Tidak menyamakan islam dengan uamt islam, terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat
- Tidak menyamakan islam dengan uamt islam, terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat.
- Pelajarilah islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran agama.
Al-Quran mengandung tiga komponen
dasar hukum, sebagai berikut:
ü Hukum I’tiqadiah, yakni
hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang
berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu
yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
ü Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur
secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama
manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
ü Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang
berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk
individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun
ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang
berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan.
Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau
sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
ü Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan
Rasulullah
ü Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan
Rasulullah
ü Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan
pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
ü Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah
direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.
No comments :
Post a Comment